Dunia yang bergerak secara dinamis membawa kita pada banyak perubahan dan perkembangan, salah satunya dalam bidang teknologi. Perkembangan teknologi ini juga memberikan dampak di banyak sektor pekerjaan, salah satunya Public Relations (PR), yang kemudian memunculkan istilah PR digital. Fenomena ini menyebabkan banyak penyesuaian dan pembaharuan di dunia PR. Sebagai program studi yang berfokus pada pengembangan keterampilan PR mahasiswa, program studi Sarjana Terapan Bahasa Inggris SV UGM juga memfasilitasi mahasiswa dengan mata kuliah yang dapat membekali mereka dengan kompetensi PR digital. Namun, apa sebenarnya yang membedakan PR tradisional dan PR digital?
Hal mendasar yang membedakan PR tradisional dan PR digital adalah media yang digunakan.
PR tradisional cenderung menggunakan media “tradisional”, seperti koran, majalah, TV dan radio. Strategi PR yang digunakan di PR tradisional antara lain pembuatan press release, manajemen reputasi dan menjaga hubungan baik dengan media dan pers atau yang biasa disebut dengan media relations. Penggunaan PR tradisional sendiri efektif untuk meningkatkan brand awareness atau kesadaran masyarakat tentang suatu brand karena media yang digunakan masih memiliki pengaruh dan jangkauan yang luas.
Di sisi lain, PR digital menggunakan media digital, yaitu media yang memanfaatkan jaringan internet guna mengeksekusi strateginya. Pada PR digital, seorang PR akan menggunakan beberapa media untuk melakukan tugasnya, seperti sejumlah media sosial (Instagram, Youtube, Facebook, Twitter, Tiktok, WhatsApp, dll) dan website. Tak hanya itu, dengan PR digital suatu organisasi juga dapat bekerja sama dengan pihak ke-3 untuk menyebarkan brand awareness kepada masyarakat, seperti menggunakan jasa influencer, blogger dan YouTuber.
Influencer, blogger dan YouTuber di sini berperan sebagai penyampai informasi terkait brand yang akan dipromosikan melalui media sosial mereka. Mereka mengkomunikasikan pesan dari sebuah brand menggunakan bahasa yang mereka rangkai sendiri sehingga membangun kesan yang lebih intim dan personal dengan pengikut mereka di media sosial. Melihat usaha yang telah dikerahkan oleh para pembuat konten, para pelaku PR juga wajib mengapresiasi kerja keras mereka dengan selalu menjaga hubungan baik dengan pihak-pihak terkait.
Dengan tanpa mengurangi esensi dan pentingnya PR tradisional, di era yang serba digital ini kita tidak boleh menutup mata dengan media-media digital yang efektif untuk digunakan dalam kegiatan PR. Apalagi dengan mempertimbangkan kelebihan yang dimiliki PR digital, khususnya kemampuannya dalam menjangkau kelompok-kelompok tertentu secara intens melalui media sosial. Untuk itu, Sarjana Terapan Bahasa Inggris UGM pun membekali mahasiswa dengan kompetensi PR digital melalui mata kuliah “Digital PR” yang dapat memperluas spektrum keterampilan PR mereka. (Caca)